PALANGKA RAYA - Pengadilan adalah tempat seseorang mencari keadilan dalam suatu rangkaian peristwa, yang terjadi dihubungan sosial masyarakat, dikatakan pengadilan merupakan Mahkamah Agung.
Dan terkait adanya putusan adat yang baru saja dikeluarkan atau diputuskan oleh Damang Kepala Adat Kecamtan Jekan Raya (DKA), putusan Nomor : 059/DKA-KJR/IV/2024 tanggal 27 April 2024.
Patut dipertanyakan dan bahan evalusi bagi para tokoh adat khususnya masyarakat Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah. Rancunya putusan tersebut dinilai dan diduga tidak mewakili Marwah dan Roh seseorang tokoh adat atau Damang yang dikatakan sebagai Tokoh pembawa pesan perdamaian dan harmonisasi hubungan di masyrakat.
Damang dikatakan adalah seorang tokoh adat Dayak yang memiliki jiwa kebijaksanaan dan arif dalam sikap tanpa membuat seseorang dalam rangkaian peristwa sosial merasa tersakiti. Maka dalam hal melaksankan suatu putusan, harus tahu kronologis masalah dan masuk ranah dimana yang diembannya saat ini.
Saat ini adalah masa - masa bagaimana adat itu dipertaruhkan akan kredibilitsnya ditengah - tengah masyarakat yang berbaur dengan era kemajuan zaman dan hubungan sosial ditengah - tengah masyarakat Indonesia, jangan sampai adat itu dipergunakan akan hal yang patut diduga 'disalahgunakan' oleh oknum - oknum yang tidak bertanggung jawab sehingg orang lain yang benar - benar korban malah jadi korban kembali.
Yang patut dipertanyakan, dalam putusan tersebut: Menimbang, poin b Menuju ke arah dapat diterima para pihak dengan perasaan puas. Untuk poin ini, semua tergugat atau terlapor tidak terima dan tidak puas.
Baca juga:
Indonesia Satu untuk Satu Indonesia
|
Karena pihak tergugat, dalam hal ini seperti sebelumnya masalah ini sudah dilaporkan ke pihak polda Kalteng dan sudah berproses, dan terlapor Danas diketahui telah diduga melakukan penipuan dan menyalahi segala perjanjian.
Poin e sebelum mengambil keputusan terlebih dahulu dilakukan musyawarah yang dihadiri Damang, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan lainnya;
Dalam poin ini, apakah Damang hanya sebatas menulis menimbang lalu mengambil putusan, sepengetahuan dan patut diduga ini tidak ada dilakukan musyawarah seperti tertulis di putusan.
Poin f, Memberikan kesempatan kepada pihak yang bersengketa/bermasalah membela diri;
Di poin ini, seperti penulis alami sendiri dan para pihak termasuk terlapor, sudah seolah - olah bersalah dan Damang pada posisi ini tidak bisa di bantah atau dilawan.
Para pihak terlapor maupun saksi tidak ada kata - kata untuk bisa membela diri atau menyampaikan sepatah dua patah kata. Apakah yang patut jadi pertanyaan?, seperti inikah peradilan adat dayak, yang mencari pesan - pesan damai dan harmonisasi hubungan di tengah - tengah masyrakat adat Dayak.
Poin g; Diperlukan saksi - saksi dan bukti - bukti lain yang berhubungan dengn asas mnfaat bagi penegakkan hukum Adat untuk sebuah kebenaran.
Dipoin ini, baik pihak pelapor dan Damang selaku pengambil putusan Adat, khususnya saksi pelapor tidak ada saksi satupun sedangkan saksi terlapor ada banyak dihadirkan bahkan saksi dari pihak pekerja dari pelapor juga dihadirkan yang sampai saat ini upahnya tidak dibayarkan oleh Pelapor Danas.
Untuk Damang Kepala Adat (DKA) Jekan Raya, diduga saksi - saksi seperti yang diuraikan dalam putusan adat tidak ada.
Dan terakhir pada poin h; Dalam kerapatan Adat tidak mustahil apabila dilakukan sumpah luhur (leluhur).
Di poin terakhir ini, para pihak khususnya untuk pelapor saudara Danas, pihak terlapor sangat meminta kepada Damang Kepala Adat Jekan Raya, Kardinal Tarung. Agar hukum marwah adat dayak itu untum bisa dihargai, diminta agar Damang Kepala Adat melakukan sumpah adat dalam perkara putusan ini, karena putusan ini sangat jauh dari runut kronologis dan fakta peristwa, sehingga putusan tersebut terkesan tidak ada pesan - pesan kedamaian.
"Sebagai bentuk masyarakat adat, kita terlapor hadir dalam undangan Damang tersebut, bentuk kita sebagai warga dayak. Sedangkan kita tahu, hal ini bukan ranah adat, " kata Indra Gunawan, mewakili terlapor Yiyin dan Yenna.
Diceritakan kembali, Danas adalah pengembang usaha perumahan non Bank, dengan mengikat perjanjian dengan saudara Junio Desukasno dan isterinya Mellisa Oktaviany yang memiliki tanah di jalan Biduri II milik Almarhum orang tuanya.
Danas menjalin kerjasama dengannya, dengan hitungan kerjasama yaitu dua bangunan untuk mereka namun satunya diuangkan dan satunya dibangun dan untuk Danas tujuh, perjanjian ditahun 2022.
Namun hingga sekarang, bangunan yang diuangkan tidak ada sampai sekarang dan bangunan dijanjikan juga tidak ada, sedangkan bangunan milik konsumen dibangunnya juga bermasalah.
Sehingga dia menghentikan sementara hingga kejelasan komitmen mereka, namun pihak Danas sering mengelak dengan alasan tidak msuk akal.
Sedangkan pihak Yiyin dan Yenna adalah konsumen Danas, yang mengkredit rumah dengan uang muka 70 juta untuk yenna dan Yiyin 100 juta uang muka type 70.
Segala tanggung jawab sudah pihak kunsumen lakukan, namun pihak Danas selaku diduga pengembang Abal - abal, banyak melakukan pembohongan.
Maka untuk mencari keadilan, masalah tersebut dilaporkan ke Polda Kalteng, dan keduanya sudah melakukan pembelian tanah karena takut uang yang telah diterima Danas hilang.
Maka dalam putusan Damang ini, para pihak sebelumnya sudah mengatakan akan dibawa ke pengadilan negeri, untuk mencari kepositipan hukum.
"Menyangkut putusan Damang Jekan Raya, kami para pihak dengan tegas menolak, dan akan melakukan upaya lain. Baik melaporkan ke DAD bahkan ke MADN, " ungkap Indra.